Ramadhan adalah madrasah pembangunan karakter. Selama satu bulan jiwa dan raga Muslim dibina dan ditempa dalam momen pembinaan Ilahi ini.Berbagai ibadah Ramadhan menjadi sarana pembinaan menuju pribadi Muslim mulia. Sejatinya, berpuasa tidak hanya untuk menahan lapar dan dahaga, namun menahan dari segala sesuatu yang dilarang Allah SWT. Perbuatan yang mubah dilakukan di luar Ramadhan seperti makan, minum dan hubungan intim suami isteri menjadi berbeda hukumnya ketika siang Ramadhan, bagaimana dengan perbuatan yang memang pada dasarnya tidak boleh dilakukan? Rasulullah Saw. pernah memberikan gambaran tentang hakikat puasa dalam sabdanya:
من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه
Artinya: “Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah SWT. tidak berkepentingan ketika ia meninggalkan makan dan minumnya”. (HR. Bukhari).
Begitulah Rasul Saw. menetapkan standar penilaian puasa; mengaitkan puasa makan dan minum dengan perbuatan dan perilaku. Puasa yang baik mampu memberikan pengaruh positif terhadap prilaku dan moralitas seseorang. Puasa yang baik ketika seseorang mampu merealisasikan spirit puasa dalam perkataan dan perbuatannya, dan begitu pula sebaliknnya.
Tidak sedikit orang yang berpuasa namun belum bisa merealisasikan hakikat puasa yang sebenarnya. Sehingga puasa dan ibadah Ramadhan tidak memberikan pengaruh positif secara maksimal terhadap prilaku dan moralitasnya. Dalam hal ini Rasulullah Saw. mewanti-wanti ibadah Ramadhan yang tidak bisa memberikan pengaruh positif terhadap pelakunya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ .أخرجه ابن ماجه
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Rasulullah Saw. bersabda: “Berapa banyak orang yang berpuasa namun hanya mendapat lapar dan dahaga, dan berapa banyak orang yang melakukan qiyamullail namun hanya menahan tidurnya”. (HR. Ibnu Majah).
Pembinaan Ramadhan
Secara umum pengaruh positif Ramadhan berupa dua hal; pertama, kokohnya kontrol internal dalam diri Muslim. Kedua, pembiasaan.
Kontrol internal individu atau bisa disebut sebagai keimanan dan ketakwaan adalah modal dasar bagi proses pembangunan karakter. Kontrol internal ini bisa melahirkan kekuatan jiwa yang bersifat ekspansif dan defensif sekaligus. Kekuatan ekspansif mendorongnya untuk melakukan dan menebar kebaikan seluas-luasnya. Dan kekuatan defensif mencegah dirinya dari perbuatan buruk yang merugikan.
Kontrol internal dari dalam jiwa memiliki peran yang menentukan eksistensi kesalehan dirinya. Dengan kontrol ini seorang Muslim diharapkan mampu eksis dalam kebaikan dan kebenaran. Kontrol internal ini utama. Adapun kontrol eksternal yang datang dari luar berperan sebagai pendukung. Kontrol internal selama berlandaskan kepada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. bersifat langgeng, kapan dan di mana saja. Namun tidak demikian kontrol eksternal, karena ia tidak luput dari kelengahan dan kekeliruan. Kontrol eksternal bisa dalam bentuk kontrol sosial, hukum dan seterusnya. Seorang pencuri mungkin takut mencuri ketika ada polisi, namun polisi tidak selalu ada di mana-mana. Berbeda dengan kontrol internal individu, ia ada kapan dan di mana saja individu tersebut.
Selama Ramadhan seorang Muslim dididik agar menjadi pribadi yang bertakwa. Puasa, sholat wajib dan nawafil, tilawah, sedekah dan sebagainya, semuanya mengarah kepada tujuan la’allakum tattaquun. Takut kepada Allah SWT.
Puasa mengajarkan seseorang untuk menahan makan dan minum serta segala yang membatalkan berdasarkan takwa atau takut kepada Allah SWT., yang berfungsi sebagai kontrol individu bagi Muslim. Bisa saja tanpa takwa kepada Allah SWT. seseorang membatalkan puasanya tanpa diketahui orang lain.
Sholat sebagai sarana komunikasi seorang Muslim kepada Sang Rabb, menjadikan keimanan bersemai dalam dirinya. Iman kepada Allah SWT. menjadi modal utama bagi Muslim untuk menumbuhkan kontrol individu dirinya. Sehingga diharapkan sholat yang dilakukan mampu mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar. Allah SWT. berfirman: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Ankabuut: 45).
Puasa dan sedekah bisa melahirkan karakter sosial yang positif; melahirkan rasa kepedulian terhadap sesama. Rasa lapar dan dahaga bisa membuat seorang mukmin terdorong meringankan penderitaan sebagian masyarakatnya. Sedekah juga menepis sifat kikir dan pelit serta melatih seseorang untuk peduli dan mengasihi sesama. Allah SWT. berfirman: “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. (QS At-Taubah 103).
Selanjutnya, selama satu bulan seorang Muslim dilatih untuk menjadi pribadi yang bertakwa. Latihan dan pembiasaan ini diharapkan berdampak mewarnai perilaku dan kondisi Muslim pada waktu-waktu selain Ramadhan. Seorang Muslim secara total adalah hamba Allah SWT., tunduk dan patuh kepadaNya baik di dalam maupun di luar Ramadhan. Bukan hambaNya ketika di Ramadhan saja. Dengan pembiasaan dan latihan selama sebulan diharapkan nilai-nilai Ramadhan mampu mewarnai sebelas bulan lainnya.
Saleh Sosial
Pribadi yang memiliki kontrol internal yang kokoh dan terbiasa berbuat kebaikan adalah aset yang sangat berharga bagi masyarakat. Akumulasi individu seperti ini bisa diharapkan membangun karakter sebuah Bangsa, dan sebuah masyarakat ataupun Bangsa tidak lain hanyalah kumpulan dari individu-individu.
Pribadi demikian mampu menjalin hubungan baik dengan masyarakat, tidak menjadi trouble maker, tetapi berpotensi sebagai problem solver.
Baik dalam hubungan sosial masyarakat adalah salah satu capaian yang diharapkan dari berbagai ibadah mahdhah yang disyariatkan. Ia bisa menjadi indikator keberhasilan ibadah mahdhah yang dilakukan. Seorang yang baik dalam ibadah mahdhah akan baik pula secara hubungan sosial, minimal tidak menjadi trouble maker di masyarakatnya. Namun, jika ada orang yang senantiasa melakukan ibadah mahdhah tetapi tidak baik secara hubungan sosial, maka ia perlu meninjau kembali ibadah yang dilakukannya. Sebuah kisah dan penjelasan Rasulullah Saw. mengisyaratkan hal ini:
أن رجلا قال له: يارسول الله، إن فلانة تذكر من كثرة صلاتها وصيامها وصدقتها غير أنها تؤذي جيرانها بلسانها فقال: هي في النار، ثم قال: يارسول الله فلانة تذكر من قلة صلاتها وصيامها وانها تتصدق بالاثوار من الأقط - بالقطع من اللبن- (الجميد) ولا تؤذي جيرانها قال: (هي في الجنة) رواه الامام أحمد
Artinya: “Seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Saw.: Wahai Rasulullah Saw. ada seorang perempuan yang dikenal sering melakukan sholat, puasa dan sedekah, tetapi dia menyakiti tetangganya dengan lisannya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: dia masuk Neraka. Kemudian laki-laki itu berkata: Wahai Rasulullah Saw. ada seorang perempuan dikenal sedikit melakukan sholat, puasa dan bersedekah dengan sedikit susu, tetapi dia tidak menyekiti tetangganya. Rasulullah Saw. bersabda: dia masuk Surga”. (HR. Ahmad).
Problematika sosial dengan berbagai bentuknya seperti krisis moralitas, krisis identitas, kriminalistas dan lain sebagainya, merajalela disebabkan diantaranya karena tidak ada kontrol internal individu dan pembiasaan untuk menghindari perilaku tidak baik.
Pribadi yang memiliki kontrol internal individu yang kokoh dan biasa berbuat baik mampu menebar manfaat bagi sosialnya. Jika sebagai anggota dalam masyarakat, ia menjaga stabilitas sosialnya, menjalin hubungan baik dengan sesama, dan jauh dari sikap menzalimi orang lain. Dan jika sebagai pemimpin, kepemimpinannya akan membawa manfaat dan kebaikan bagi sosialnya. Wallahu a’lam.
Ahmad Yani, MA.