Wacana akan difungsikannya kembali Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Leuwigajah membuat warga resah, tak terkecuali yang tinggal di Kampung Adat Cireundeu. Warga Kampung Adat Cirendeu dengan tegas menolak rencana yang digulirkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dan Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi tersebut.
Menurut Panitren (Humas) Kampung Adat Cireundeu, Asep Abas di kediamannya, Selasa (20/12), wacana itu belakangan kembali menghangat sehingga warga mulai bereaksi. "Kita tetap menolak kampung halaman kami dijadikan tempat pembuangan sampah. Apa pun konsepnya, yang namanya sampah di Indonesia selalu dipandang tidak nyaman. Apalagi, kami masih dibayangi trauma tragedi tahun 2005 ketika 157 warga kami meninggal karena tertimbun longsor sampah," ujarnya.
Asep menyebutkan, eks TPA Leuwigajah yang longsor pada awalnya memang kecil. Tapi, katanya, seiring perjalanan waktu yakni 21 tahun, TPA itu terus membesar. "Nah, apa itu yang dinamakan konsep? Mereka anggap warga Cireundeu itu enggak mengerti dan bisa diakali begitu saja. Meskipun ada kabar bakal ditangani pakar dari ITB, yang namanya sampah tetap saja dipandang tidak enak dan tercium bau busuk. Kalau mau menata sampah, coba saja dulu yang di Sarimukti, apa itu sudah berhasil? Sampai sekarang tetap saja tumpukan sampah yang tidak tertata," paparnya.
Disebutkan Asep, Cireundeu itu ibarat mutiara yang sudah tercebur dan mencoba muncul lagi dengan menampilkan pesona adat yang mampu menarik turis domestik maupun mancanegara. "Lalu, tempat ini akan dijadikan TPA lagi. Sama saja dengan menenggelamkan lagi mutiara tersebut," tegasnya.
Dihijaukan
Asep justru mengusulkan agar lahan eks TPA Leuwigajah seluas 6 hektare itu dioptimalkan untuk pengembangan kewisataan sehingga selaras dengan status Cireundeu yang telah ditetapkan sebagai Desa Wisata Ketahanan Pangan. Dikatakannya, warga juga menginginkan eks TPA Leuwigajah dibiarkan netral oleh kondisi alam. Apalagi, letak geografis TPA itu berada dalam kemiringan lembah.
"Bagusnya tempat itu dibikin suasana seperti di Punclut atau sarana wisata lain yang bisa membuat warga Cimahi nyaman menikmati alam. Mereka tidak usah lagi cari suasana segar ke luar Cimahi karena di tempatnya sudah ada. Intinya kami menginginkan lahan yang berada di ketinggian 700 meter itu bisa kembali dihijaukan dan dimanfaatkan sebagai lahan konservasi. Bahkan bisa dijadikan sebagai objek pariwisata di wilayah Kota Cimahi," katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Masyarakat Adat Tatar Sunda (Duta Sawala) untuk Jawa Barat dan Banten, Eka Santosa yang ditemui pada acara Tutup Taun Ngemban Taun, 1 Sura 1944 Saka Sunda, di Bale Saresehan, Kampung Cireundeu, menegaskan, pembuatan pusat pengolahan sampah secara massal tidak akan menyelesaikan persoalan sampah di Cimahi.
0 comments:
Posting Komentar